JILBAB: simbol penindasan ?
Mohon dibaca dolo isinya, jangan asal komentar marah aja.
Ini tidak ada hubungannya dengan SARA.
Tolong disimak baik-baik !
Mari balik ke Masa sebelum Masehi (okay, okay.. I’ll get into the 21st century later on), para wanita yang dianggap terhormat di Assyria Kuno (mungkin Timur Tengah sekarang) dan Persepolis memakai kerudung sebagai simbol martabat yang tinggi (misalkan, wanita tuna susila dilarang menggunakan kerudung).
Oh, ndak cuma di bumi padang pasir sana, para wanita di Anglo Saxon (sekarang menjadi Inggris) menutup seluruh rambut mereka dengan kerudung. Why? Simbol kesucian.
Juga di india
Kaum wanita Yahudi diharuskan menggunakan kerudung, bahkan setelah menikah.
" Bahkan setelah pernikahan, lampu ilahi tidak pernah meninggalkan dia.
Kabbalah mengajarkan bahwa saat tidak ada lagi cahaya melalui wajahnya, sebagian dari cahaya ilahi tetap di helai rambutnya. "
Ini adalah alasan mistis untuk praktek Yahudi pada perempuan yang menikah untuk menjaga rambut mereka dengan cara ditutupi menggunakan wig atau penutup kepala-lainnya, sama halnya pengantin Yahudi menutup wajahnya
Juga Bunda Maria, seorang wanita suci yang sangat, sangat dihormati di dalam Islam (bahkan namanya menjadi nama salah satu surah di dalam Al-Quran — Q.S. Maryam). Lalu, Bunda Theresa
… sekian banyak wanita-wanita terbaik di tradisi Kristen dan Katolik, Esther, Santa Monica…
Sebelum tahun 1960-an pun, para wanita Katolik diharuskan menggunakan penutup kepala sebelum memasuki gereja (sekarang nggak lagi — don't know why ?, there was some conventions in Vatican, walaupun masih diterapkan di kelompok Katolik yang lama-lama).Dan kita tahu para suster yang baik itu pun juga turut mengenakannya...
Kerudung menurut Yahudi dan Kristen:
Kerudung dalam Tradisi Yahudi
Seorang pemuka agama Yahudi, Rabbi Dr. Menachem M. Brayer, Professor Literatur Injil pada Universitas Yeshiva dalam bukunya, The Jewish woman in Rabbinic Literature, menulis bahwa baju bagi wanita Yahudi saat bepergian keluar rumah yaitu mengenakan penutup kepala yang terkadang bahkan harus menutup hampir seluruh muka dan hanya mening-galkan sebelah mata saja. Dalam bukunya tersebut ia mengutip pernyataan bebera-pa Rabbi (pendeta Yahudi) kuno yang terkenal: “Bukanlah layaknya anak-anak perempuan Israel yang berjalan keluar tanpa penutup kepala” dan “Terkutuklah laki-laki yang membiarkan rambut istrinya terlihat,” dan “Wanita yang membiarkan rambutnya terbuka untuk berdandan membawa kemelaratan.”Hukum Yahudi melarang seorang Rabbi untuk memberikan berkat dan doa kepada wanita menikah yang tidak menutup kepalanya karena rambut yang tidak tertutup dianggap “telanjang”. Dr Brayer juga mengatakan bahwa “Selama masa Tannaitic, wanita Yahudi yang tidak menggunakan penutup kepala dianggap penghinaan terhadap kesopanannya. Jika kepalanya tidak tertutup dia bisa dikenai denda sebanyak empat ratus zuzim untuk pelanggaran tersebut.”
Kerudung juga menyimbolkan kondisi yang membedakan status dan kemewahan yang dimiliki wanita yang menge-nakannya. Kerudung kepala menandakan martabat dan keagungan seorang wanita bangsawan Yahudi.
Oleh karena itu di masyarakat Yahudi kuno, pelacur-pelacur tidak diperboleh-kan menutup kepalanya. Tetapi pelacur-pelacur sering memakai penutup kepala agar mereka lebih dihormati (S. W. Schneider, 1984, hal 237).
Wanita-wanita Yahudi di Eropa menggunakan kerudung sampai abad ke 19 hingga mereka bercampur baur dengan budaya sekuler. Dewasa ini, wanita-wanita Yahudi yang shalih tidak pernah memakai penutup kepala kecuali bila mereka mengunjungi sinagog (gereja Yahudi)(S.W.Schneider, 1984, hal. 238-239).
Kerudung dalam Tradisi Kristen
Hingga saat ini para Biarawati Katolik menutup kepalanya secara keseluruhan. Di Indonesia sebelum tahun 80-an pakai-an biarawati adalah jilbab, pakaian pan-jang longgar dari leher hingga menutup kaki serta berkerudung yang menutup leher dan dada (masih ingat telenovela Brazil, Dolcemaria). Namun era 80-an ke atas, jubah biarawati berubah menjadi pakaian panjang hanya sampai betis. Kerudung panjang menutup dada ber-ubah menjadi kerudung hanya penutup rambut dan leher terbuka.Padahal menutup kepala atau ber-kerudung, adalah sebuah tuntunan dalam Bibel yang sudah ada sejak zaman sebe-lum Nabi Muhammad SAW.
I Korintus 11:5 Tetapi tiap-tiap perem-puan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perem-puan yang dicukur rambutnya.
I Korintus 11:13 Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa kepa-da Allah dengan kepala yang tidak bertudung?
Bukan hanya itu, pernyataan St. Paul (atau Paulus) yang lain tentang kerudung adalah pada
I Korintus 11:3-10. St Tertulian di dalam risalahnya “On The Veiling Of Virgins” menulis: “Wanita muda hendaklah engkau mengenakan kerudung saat ber-ada di jalan, demikian pula hendaknya engkau mengenakan di dalam gereja, mengenakannya saat berada di antara orang asing dan mengenakannya juga saat berada di antara saudara laki-lakimu.”
Di antara hukum-hukum Canon pada Gereja Katolik dewasa ini, ada hukum yang memerintahkan wanita menutup kepalanya di dalam gereja (Clara M Henning, 1974, hal 272).
Dignity, integrity, modesty, kesucian, keterjagaan, kehormatan, kedewasaan…
Yah simbol-simbol inilah yang dulu (bahkan barangkali sampai sekarang) melekat pada kerudung, hijab, chador, tichel (Yahudi), babushka (Rusia), veil, dupatta (India-Arya)…
Now, Are you still thinking Moslems are different? Symbol of oppression? Of terror?
Nyatanya hampir semua kepercayaan/budaya di dunia mengenakannya.
Karena ini bukanlah simbol akan penindasan, melainkan kesucian dan keikhlasan hati terhadap imannya.
kesimpulan:
translate: Jilbab adalah pilihanku, bukan paksaan !
Memakai atau tidak memakainya adalah sebuah Pilihan
Tetapi bagaimanakah dengan anda yang memilih memakai kerudung.
Ikhlaskah anda? atau hanya karena paksaan ? atau sebagai kedok pribadi semata ?
Pertanyaan terakhir.
Masihkah anda berpikir bahwa jilbab adalah simbol dari penindasan ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar